Turbulensi Politik di DPRD Kotim Jangan Sampai Korbankan Masyarakat

Jum, 4 Maret 2022 | 363 Views

Sampit – Mantan anggota DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) M.Saleh turut menyayangkan kisruh akibat pemilihan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang hingga saat ini masih terus berlanjut di lembaga legislatif tersebut.

Hal ini menurutnya menyebabkan terjadi kevakuman di lembaga, sampai pada aktivitas rapat paripurna, rapat kerja antar mitra kerja yang tidak bisa dilaksanakan.

“Akhirnya menimbulkan kevakuman, kegiatan dewan jadinya stop total, entah sampai kapan akan berakhir. Kami sebagai mantan anggota dewan sangat menyesalkan terjadinya kisruh dan merasa malu dengan kejadian langka, aneh dan ajaib seperti sekarang ini,” ungkap mantan Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kotim 2014/2019 tersebut Jumat (04/03/2022).

Menurut pria yang juga merupakan pengamat politik tersebut, poros atau koalisi partai merupakan sesuatu yang lumrah terjadi didunia politik, sehingga melahirkan keputusan politik yang legitimit, berwibawa pro rakyat yang juga berlandaskan moral dan aturan berlaku.

“Sehingga jangan sampai lembaga DPRD tidak “dianggap dan tidak dihargai”eksekutif maupun masyarakat pemilih hanya karena tidak mampu menyelesaikan persoalan remeh temeh yang sepele serta sederhana dampak dari “nafsu politik” yang tidak bisa dikompromikan lewat instrumen atau dinamika di Dewan Sehingga menimbulkan saling sandera menyandera,” timpalnya.

Disisi lain Mantan Dewan yang dikenal vokal itu juga menyesalkan akibat ulah konflik internal dewan saat ini, masyarakat jadi korban, dimana program percepatan pembangunan tersendat dan bahkan tidak bisa berjalan. Hal ini juga menurutnya mengakibatkan munculnya asumsi negatif ditengah publik.

“Sehingga masyarakat beranggapan pantas saja tidak peduli denga nasib masyarakat ditengah pandemi covid 19, naikx harga gas elpiji, naik harga dan langkanya minyak goreng karena ego politik yang terlihat jelas menggadaikan kepentingan masyarakat luas. Semestinya pikiran seorang anggota DPRD harus difokuskan untuk peduli, empati dengan persoalan masyarakat bukan energi dihabiskan untuk perebutan jabatan AKD dengan ego sentris yang tidak berujung,” tegasnya.

Bahkan Saleh juga menyebutkan, agenda-agenda besar yang telah menanti seperti pelantikan PAW, penyampaian hasil reses, musrenbang, KUA PPAS harus terbengkelai hanya akibat persoalan yang seharusnya mudah untuk diselesaikan di internal dewan itu sendiri. Belum lagi masalah ekonomi, keuangan daerah yang belum stabil sehingga banyak pekerjaan proyek 2021 sdh selesai pengerjaan tetapi masih belum terbayar.

“Banyak sekali PR, tunjangan ASN yang belum bayar akibat kosongnya kas daerah, terbaru naiknya BBM yang semakin menyulitkan masyarakat. Hal itu perlu perhatian, kebersamaan dilegislatif untuk memberi solusi cerdas bagi pihak eksekutif dalam rangka meningkatkan APBD, sehingga utang daerah bisa diselesaikan.

Bahkan dia juga menekankan,persoalan Akd adalah masalah sepele, yang harus diselesaikan oleh internal Dewan. Menurutnya dalam konteks ini tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun dengan mengacu pada undang-undang dan juga tata tertib (tatib) dewan melalui jalan Kompromi politik lintas parpol yang melibatkan 7 fraksi yang tidak lain adalah perpanjangan tangan partai politik yang ada di lembaga DPRD itu sendiri.

“Menurut hemat saya tidak ada istilah oposisi tanpa masuk AKD (kalah) atau sebaliknya masuk alat kelengkapan Dewan (AKD) mendapat jabatan lalu dianggap menang. Jangan sampai ada istilah menang kalah atau diakomodir atau tidak terakomodir yang mana menimbulkan persoalan dan saling curiga, akhirnya tidak nyaman, menimbulkan perpecahan saling gontok-gintokan dan menghilangkan rasa kebersamaan dilembaga,” tandasnya.

Dia bahkan mengambil istilah Roky Gerung dalam konteks kisruh DPRD Kotim saat ini, dia menilai hal itu dia menyimpulkan ” Dungu politik” yang akhirnya menyebabkan krisis kepercayaan pada lembaga yang terhormat. Bahkan Saleh juga meminta agar setiap legislator berpegang pada prinsif dewan sebagai kumpulan orang-orang terpilih, terhebat, dan terpintar sehingga disebut terhormat.

“Yang artinya mampu dan siap menyelesaikan persoalan kecil sampai yang besar, tersulit sekalipun, sehingga layak disebut dewan penyelamat yang mampu menyelesaikan segala persoalan masyarakat termasuk persoalan di internal lembaga. Tanggalkan ego masing-masing dengan cara duduk bersama untuk mencapai kesepakatan dan kesefahaman baru, sehingga tidak ada menang atau kalah, benar-salah, sesuai tatib atau tidak sesuai tatib,”lanjutnya.

Saran terakhir mantan dewan ini, yang harus diperhatikan oleh setiap anggota dewan aktif menurutnya adalah prinsif kolektif kolegial betul-betul harus tercermin dan bisa dibaca maupun menjadi acuan dalam mengambil keputusan serta bisa dipertanggungjawabkan.Bertahan dan berjalan dengan keputusan yang salah atau berjalan tidak pada rel yang benar maka harus siap akan tersesat secara nyata.

“Sehingga yang terlihat hanya “kedunguan kolektif” yang berimbas pada hukum dikemudian hari. Oleh karena itu proses-proses politik yang melahirkan keputusan politik dilembaga selalu mengacu pada pada dua hal yaitu De facto dan de Jure, sehingga tidak terjadi perdebatan dan persoalan dikemudian hari, sehingga tidak terjadi gugat menggugat apalagi boikot memboikot atau ancam mengancam, lalu lembaga jadi rapuh dan tdk berwibawa,” tutupnya. (Rmo)

iklan

Baca Juga

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *